JAKARTA, News Police Line—
Mantan mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Bandung Satu, Edi Setiadi, semakin tersudut. Terdakwa dugaan suap dalam kasus korupsi Bank Jabar-Banten itu terpojok dengan kesaksian tiga orang saksi. Menariknya, majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi sampai ingin tahu modus yang digunakan Edi Setiadi yang menurut hakim persis dengan kasus Gayus Tambunan itu.
Pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (26/4), tiga orang duduk sebagai saksi bagi Edi yaitu Abbas Suhari Sumantri (eks Direktur Pemasaran Bank Jabar-Banten), Heri Ahmad Bukhori (Direktur Kepatuhan dan Manajemen Bank Jabar-Banten), serta Beni Riswandi (Pemimpin Cabang Bank Jabar-Banten).
Duit pajak yang dibayarkan oleh Bank Jabar itu berasal dari setoran 33 cabang Bank Jabar. KPK mensinyalir negara dirugikan sekitar Rp37 miliar atas kasus mafia pajak di Jabar ini. Modusnya, Edi menagih pajak yang kurang bayar ke Bank Jabar. Pada 2002, pajak kurang bayar Bank Jabar sebesar Rp7,25 miliar dari total yang harus sekitar Rp25 miliar.
Saat bersaksi Abbas menuturkan, terkait kasus pajak yang kurang bayar di Bank Jabar-Banten, awalnya Kantor Pajak Bandung memberikan kertas kerja pemeriksaan (KKP).
“Saya waktu kejadian (transaksi) itu masih menjabat Direktur Pemasaran. Namun, urusan pajak sebenarnya bukan urusan saya. Tapi, April 2004, saya dipanggil oleh Pak Dirut (Umar Sjarifuddin). Beliau mengundang untuk membicarakan penyelesaian tunggakan pajak tahun 2002. Seharusnya, saudara Heri yang bertugas menyelesaikan kasus pajak. Saya cuma diminta membantu Pak Heri karena berkaitan dengan hitung-hitungannya,” kata Abbas
Terungkap bahwa pada saat penghitungan KKP kedua tahun (2002), nilainya sekitar Rp25 miliar, terjadi perubahan angka dalam KKP itu. Padahal pajak pada KKP pertama (2001) nilainya mencapai Rp51 miliar. “Barusan ketahuan, Gayus Tambunan toh. Padahal, prosesnya sudah lama seperti ini, termasuk saudara. Makanya saya ingin tahu, kenapa bisa berubah dari Rp51 miliar menjadi Rp25 miliar, itu atas permintaan siapa? Bisa jawab?” ujar Ketua Majelis Hakim, Nani Indrawati.
Menjawab perntanyaan itu, Abbas mengaku bahwa penghitungan dilakukan oleh kedua belah pihak. “Pada waktu itu kami (Bank Jabar dan Pajak Bandung) sama-sama memeriksa dokumen. Makanya, angka itu turun. Masing-masing cabang hitung sendiri,” elak Abbas.
Sementara saksi lain, Heri Ahmad Bukhori mengaku pernah bertemu dengan Edi Setiadi. Pertemuan di ruang kerja Edi itu untuk menyerahkan tas yang berisi duit Rp1,505 miliar. Heri mengatakan kepada Edi bahwa Bank Jabar adalah bank yang membayar pajak terbesar. “Sebenarnya kejadian ini dua kali. Pada 2001, ada permintaan uang dari pegawai pajak, besarnya Rp1 miliar. Katanya sebagai biaya konsultasi.”
Nah, untuk kedua kalinya pada 2002, permintaan itu kembali terjadi. “Tapi biaya konsultasi yang diminta Pak Edi Setiadi besar sekali, beliau minta Rp2,5 miliar. Dirut bilang terlalu besar, akhirnya terjadi nego, hingga putus pada angka Rp1,505 miliar. Hasil nego ini akhirnya disetujui oleh Pak Umar. Dengan mengendari mobil, saya bersama Pak Beni, rekan di Bank Jabar, membawa uang itu ke kantor Pak Edi. Kejadiannya siang hari 18 Mei 2002,” sebut Heri.
Lebih jauh dirincikannya, uang sebesar Rp 1 miliar dalam tas hitam diletakkan di samping kanan meja Edi Setiadi. “Pak Beni (Pemimpin Cabang Bank Jabar-Banten Beni Riswandi) yang menaruh tas itu. Ruangan Pak Edi itu ada di sebelah kiri, setelah masuk loby,” sambungnya.
Edi yang ditahan penyidik KPK sejak 20 Januari 2010 sempat menolak pernyataan saksi. Namun majelis mengingatkan bahwa kasus mirip Gayus Tambunan itu sudah terbongkar. “Ketika saudara Edi datang ke Bank Jabar. Dia bilang, sudahlah, diam-diam saja. Biasalah… Modus seperti Gayus ini ‘kan sudah banyak terbongkar,” ledek tim hakim yang diketuai Nani Indrawati.
Jabatan terakhir Edi sebelum diseret ke pesakitan ialah Kepala Kantor Wilayah Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara. Edi diduga menerima gratifikasi sebesar Rp1,505 miliar pada 2002 lalu. Manajemen Bank Jabar-Banten mengaku bahwa pada 2001, kasus serupa lebih dulu terjadi. Pada 2001, yang menerima gratifikasi pejabat pajak Jabar lainnya, Dedi Suwardi. Atas kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Edi dengan pasal 12 a atau b, pasal 5 ayat (2), dan pasal 11 UU pemberantasan tindak pidana korupsi. (jpnn)
Posting Komentar